Kalau wisata di Palembang, utamanya pasti wisata kuliner. Orang Palembang suka jajan, terlihat dari banyak usaha kuliner yang tumbuh subur kemanapun mata memandang. Bagusnya makanannya khas semua jadi cucok buat wisatawan. Semua sudut dan sisi berhiaskan warung, depot, resto, dan toko pempek. Jadi selain diminati oleh turis, penduduk lokal juga doyan banget dan bisa tiap hari makan pempek. Ikan yang digunakan bisa ikan belida yang di Jawa ngga ada, ikan tenggiri dan ikan gabus. Kuahnya kental dan agak pedas. Selain disantap di tempat, pempek juga bisa dibawa pulang dalam kondisi setengah matang, beku atau divacuum hingga tahan lebih lama. Variasinya cukup banyak dan yang hebat, semua penjual punya istilah yang sama, bentuk dan harganya juga sama. Lalu saya juga kesulitan membedakan ciri khas dari satu pempek ke pempek lain, yang penting ngga amis dan kenyal untuk dikunyah. Bedanya dengan di Jawa adalah rasa ikan dan kuah di Jawa yang lebih encer. Oya sebelum mencicip langsung di kotanya, saya juga menyantap pempek dari beberapa depot terkenal di Surabaya, dibawain mereka yang pulang dari Palembang, atau pesan online yang satu hari sampai.

Saat kunjungan ke resto pempek Tince, kami diperbolehkan mengintip proses pembuatannya meski ngga boleh mengambil gambar. Sebenarnya bahan-bahannya sederhana dan bisa didapat dimana saja, tapi kemmapuan mengolah ikan jadi kuncinya. Para pekerja sibuk membentuk pempek dalam berbagai bentuk dan isian, merebus dan menggorengnya.
Makanan lain yang terkenal adalah Martabak Har. Menganggap martabak ini sama dengan martabak Mesir yang pernah saya makan, kali ini harus kecele karena isinya telur ayam atau bebek yang digoreng bersama kulit martabak. Kalau lihat orang Palembang makan (mereka juga menyantap ini harian seperti makan pempek) kuah kari yang berwarna kuning, kental dan hangat itu disiramkan ke martabaknya. Martabaknya sendiri rasanya plain.

Sudah kepingin mencicip masakan pindang di depot-depot yang banyak terlihat, untunglah di tempat acara disajikan juga. Saya sudah mengubah mind set saya soal pindang sejak ketemu nasi pindang daging di Surabaya, di depot khas Semarang. Pindang yang kalau di Surabaya identik dengan cara ikan diawetkan, berganti dengan kuah kecoklatan yang agak manis dan encer, mirip-mirip semur. Nah di Palembang sama nih pindang dagingnya, rasanya seperti yang di Semarang. Yang beda pindang patin, recommended to try. Isinya potongan ikan patin yang guede, kuahnya lebih cair dan lebih ngga manis dibandingkan pindang daging. Dagingnya lembut dan cenderung plain, sedang di kulitnya lebih banyak rasa tersimpan (bukan baper loh yah :P). Enaknya makan patin durinya gede-gede dan dikit, jadi ngga kejeda terus. Yang pasti, sama sekali ngga ada amisnya, entah gimana mengolahnya.
Makanan unik lain namanya pentol ikan. Bentuknya kaya sate lilit Bali, isinya parutan kelapa dan ikan. Rasanya gurih dan ditusuk dengan bambu yang dibelah empat. Penasaran juga nih kenapa mesti dibelah gitu. Otak-otak bakarnya mirip bentuk dan kekenyalannya dengan yang Makassar, tapi yang ini lebih plain mungkin karena ikannya beda, dan yang pasti bumbunya beda. Kalau mau nyobain yang lebih empuk coba sate kukus. Meski namanya sate tapi penampakannya seperti otak-otak, dibungkus pisang gitu dengan bentuk yang berbeda. Dan tentu saja aneka krupuk ikan yang putih, renyah dan gurih. Ada juga yang besar-besar, getas dan agak gosong, namanya kemplang. gosongnya karena pembuatannya dengan cara dipanggang.
***
IndriHapsari
Bagi yang ga suka patin karena katanya ‘bau pasir’ bisa coba pindang tulang atau pindang udang Mba, worth to try. Suegerrrr. :9
Hehehe iya mbak kemaren juga coba yang pindang tulang tapi isinya daging 😀 Lain kali semoga dapat kesempatan nyoba pindang udang:)
pempek kapal selam favorit saya 🙂
Yang isi telur ya Pak..kalau besar namanya kapal selam…kalau kecil isi telur namanya jadi pempek telur 🙂
waktu ke palembang, aku cuma sempat makan pempek, tekwan, dan model, mbak…
soalnya aku suka yg banyak kuahnya.
kalo pindang, martabak har, dll malah belom nyoba karena waktu itu keburu ke bengkulu.
recomended read nih…
top markotop… eh… maknyuuuussss…
Wah ayo mbak cerita yang Bengkulu gimana…siapa tau nanti saya dapat kesempatan kesana 🙂