Farah Quinn sedang marah-marah. Ia kecewa foto anaknya yang kasep itu dikomentari negatif oleh entah siapa di dunia maya. Sebelumnya, Deddy Corbuzier juga menyebarkan capture kata-kata followernya yang ngata-ngatain anaknya. Terus terang hal ini membuat saya takjub juga, di antara ratusan hingga ribuan komentar yang masuk, yang saya kira ngga pernah dibaca itu (maklum lah, kalau orang biasa satu komen berbalas satu komen. Yang ini ngga pernah ada balasan. Ah, jadi ngebayangin ada notif komen sudah di-read apa belum oleh yang bersangkutan. Eh kok jadi ngaco gini ya 😛 ) ternyata dengan hanya ngga sampai 5% komentar buruk, membuat ybs jadi merasa perlu membalas secara tidak langsung, yaitu dengan menyebarkan komen buruk itu jaid postingan di akunnya. Really? Setelah kolom komen dikotori dengan kata-kata buruk itu, mereka masih mau mengotori akunnya sendiri dengan sukarela? Jadi ingat kata Pak Made Andi, Mengistimewakan Para Pembenci. Jadi kita cenderung memperhatikan sedikit hal yang buruk daripada begitu banyak hal baik.
Trus, Farah kudu piye?
Menurut saya sih, terserah aja mbak Farah mau ngapain, jangan terlalu dengerin kata orang harus begini dan begitu, termasuk opini saya yang mendukung gerakan stop making stupid people famous, dengan cara tidak menanggapinya apalagi mempublikasikannya. Anggap aja mereka orang cacat otak yang masih diijinkan hidup, hanya untuk membuat kita menyadari, bahwa manusia itu ngga ada yang sempurna, mustahil untuk menyenangkan semua orang. Atau mbak Farah ngga perlu mendengarkan mereka yang bilang, ‘salahmu dewe ngapain publish foto!’ Hellooo..itu mah sama aja dengan, ‘jangan jadi orang kaya, nanti dirampok,’ atau ‘siapa suruh pakai tas mahal, makanya dijambret!’. Silly logic. Yang korban malahan yang disalahin. Harusnya yang ngerampok dan ngejambret yang dikucilkan, ini malah mensyukuri kejahatan.
Hal ini membuat saya berpikir tentang para pembenci di dunia maya ini, apa sih pola pikir mereka kok sampai kejeblos di komentar dan perilaku yang buruk. Jangan bilang bahwa para pembenci itu bisa saja sungguh welas asih kalau di dunia nyata. Wah, saya sih lebih suka menganggap, mereka yang uncontrolled di dunia maya, dunia yang menutupi kepalsuan mereka, adalah orang yang tidak bahagia di dunia nyata. Welas asih? Welas asih dari Hong Kong? Mereka bisa berkamuflase senyum sana – sini (kerjanya customer service mungkin) tapi deep inside their heart, kelam, buruk adatnya. Makanya di dunmay jadi ajaib gitu.
Mari bedakan antara kritikan yang baik dan kritikan dari para pembenci. Mereka yang peduli akan memberikan kritikan dengan cara yang santun, halus, bahkan tanpa kita sadari. Kenapa? Karena mereka masih peduli dengan perasaan kita, inginnya menyemangati bukan menjatuhkan. Mereka juga memadukannya dengan pujian, kalau memang patut dipuji, atau mungkin untuk menutupi kerasnya kritikan. Mereka tahu kemana perbaikan harus dilakukan, dan memantau sudahkah kita melakukannya. Mereka ngga sombong meski tahu kapasitas kita di bawahnya, beberapa malah ngga merasa soal perbedaan kemampuan itu.
Akan halnya kritikan dari para pembenci, mereka mendasarkan pada opini dan asumsi, bukan fakta yang ada di depan mata. Aish, bisa baca sendiri aja dikarang kesana kesini kok, apalagi kata orang lain. Mereka menggunakan kata-kata yang kasar, hanya untuk menyakiti, karena perasaan yang dikritik sudah ngga penting lagi. Mereka ngga peduli, habis itu yang dikritik akan merasa tertantang untuk terus memperbaiki diri, atau bunuh diri. Yang diinginkan hanya kepuasan pribadi, misalnya melihat yang dikritik blingsatan, menunjukkan perubahan (yang syukur-syukur tambah jeblok, biar bisa dikritik lagi), atau menunjukkan reaksi negatif. Akibatnya, yang dikritik jadi sama dengan si pembenci itu.
Kenapa si pembenci melakukannya?
Kebanyakan sih, karena iri. Ya iyalah, orang lain terkenal dan kehidupannya serba sempurna, sementara si pembenci merasa hidupnya gitu-gitu aja. Berani taruhan, yang ngejek anaknya mbak Farah, pastinya juga ngga cakep-cakep amat 😀 So don’t bothered by people saying, apalagi mereka yang ngga berpengaruh dalam hidup kita. Emang dia yang ngasih kita makan? Nyari buat makannya sendiri aja belum tentu bisa 😀
Alasan lain menjadi seorang pembenci, bisa juga karena sakit hati. Ini tipe yang gagal move on, orang mah udah kemana tauk, dia masih berkutat dengan sakit hatinya. Ngga bisa dipecahin sendiri, mau nyelesein juga ngga berani, bahkan untuk bunuh diripun dia cukup pengecut. Akibatnya ya jadi komen negatif itu, no way out. Ada juga yang menganggap harga diri itu penting banget-banget, sehingga ketika harga dirinya disinggung, jadi ajaib gitu kelakuannya. Secara ngga sadar, malah dia mempermalukan diri sendiri.
Penanganan untuk para pembenci tidak lain adalah cobalah menikmati hidup. Sepertinya emang kurang piknik ya makanya jadi negatif terus pikiran dan perbuatannya. Cari teman yang asyik, lingkungan yang mendukung, baca berita yang positif, atau semudah daftar ke dinas sosial untuk jadi sukarelawan bantu para manula, gelandangan, atau pasien sakit jiwa. Nanti lihat deh, rugi banget jadi seorang pembenci karena suatu saat kita bisa berakhir di dinas sosial itu, karena ngga bisa menikmati hidup dan bermanfaat untuk orang lain.
Untuk yang dibenci, jangan terlalu mengistimewakan komentar negatif. Terbuka terhadap kritikan perlu, tapi pilihlah kritikan yang membangun, disampaikan santun, dan diberikan oleh orang yang peduli, bukan yang mau show off kemampuannya (atau kegilaannya). Lewatin aja komen-komen nyinyir itu seperti kita melewati komen-komen penuh pujian, atau kalau kita terbiasa membalas komen positif, ngga usah ditanggapi tuh komen ngga beres, biar dia merasa dia tuh ngga cukup penting untuk ditanggapi. Tak perlu membuatnya jadi masalah yang besar dengan menayangkan ulang atau membagikannya ke teman-teman biar dibully rame-rame, tapi block yang bersangkutan, delete setiap komennya, jangan biarkan dia mengotori lapak kita dengan komentar sampahnya.
Masalah ini ngga hanya datang sekali. Dunia masih mengijinkan para pembenci untuk tetap eksis dan berkoar-koar seenaknya. Kita mau panik atau tidak, itu pilihan. Mau terus berjalan atau berhenti, itu juga pilihan. Termasuk, mengistimewakan para pembenci, atau melewatkannya 🙂
***
IndriHapsari
jarke wae, hora urus yo mbak. Makan ndak minta dia ini, wkwk
Jgn sampe ganggu kinerja juga ya Val 🙂
Akus setuju banget, yang tukang komentar2 jahat itu aduh… gak banget
Iya ngga ada keuntungan dgn membaca kata2 jahat mrk 🙂
beberapa seniman memang “memanfaatkan”: haters sbg sumber inspirasi mbak. Misalnya, Taylor Swift, di lagu “Shake It Off”
Mungkin… ini mungkin loh yaaa… FQ dan DC juga “memanfaatkan” haters sbg (sebut saja) “pencitraan” mereka berdua sbg ortu yang wise, dalam menghadapi dinamika hidup yg menimpa buah hati masing2.
Swift berhasil mengubah kekesalan sbg karya. Sy percaya tiap org inginnya diperlakukan baik. Apalagi ortu, siapa sih yg tega anaknya dikata2in demi yg namanya pencitraan? 🙂
Kalau mau ngambil sisi positifnya komen negatif bisa jadi bahan introspeksi diri(itu kalau urusannya ama tulisan ya) tapi tiap orang kan ya punya level rasa tersendiri buat nanggepin yang begituan. Kalau aku jadi Farah Quin atau Deddy Corbuzier mah tinggal ngitung. Yang muji ama yang nyela banyakan mana. Kalau banyak yang muji yo wis anteng aja tapi kalau banyak yang nyela yo mikir lagi……hehehe. Meski nggak harus membalas kali ya…..
Nice post mbake…
Sy rasa tiap org pny harapan yg sama, yaitu diperlakukan dgn baik, meski isinya adalah kritikan. Sebaliknya kata2 kasar akan selalu menyakitkan, meski yang disampaikan adalah kebenaran 🙂
Sirik tanda tak mampu ya mbak.
Kalo ngeladenin orang stress jadinya ikut stress. Mendingan didiemin aja. 😀
Hehehe dilayani jg gpp, tp mau sampai kapan? Krn org jenis gini ada banyak 🙂
Beberapa pembenci punya dalih bahwa itu kritik meski kita tau itu beda 😀
Hahaha iya laaah…lain kali coba duduk di posisi yang sama…kita lihat mereka bisa melakukan apa 🙂 Orang yang sirik biasanya karena mereka ingin menjadi seperti kita 😀