My Job, My Passion

  • 20130129-220701.jpg

    Jayus? Ntar dulu!

    Mari saya jelaskan dulu tentang JATUH CINTA.

    Ada perasaan berdebar-debar. Rasanya, selalu ingin bersama. Sehari tak jumpa, resah gelisah yang dirasa. Sedih jika ia terluka, gembira bila ia sedang suka. Cinta akan selalu ada, dalam keadaan apapun, dalam waktu kapanpun, dan dalam bentuk apapun. Yang penting, bersamanya.

    Jatuh cinta melahirkan PASSION atau GAIRAH. Gairah adalah keinginan atau hasrat yang kuat. Misal selalu ingin memberikan yang terbaik baginya, tanpa mengharap balasannya. Melakukan segala usaha agar dapat menemuinya, melihat senyumnya, berlama-lama dengannya. Rela mencurahkan hati, pikiran dan jiwa untuk hidup berdampingan dengannya.

    Fiuh.

    Sekarang, kalau saya kaitkan konteksnya dengan pekerjaan, bagaimana? Bayangkan jika kita JATUH CINTA pada pekerjaan yang kita jalani, apa yang terjadi?

    Saya akan merindukan saat-saat saya sedang tidak melakukan pekerjaan itu. Ada rasa rindu yang menggebu-gebu untuk ‘bersentuhan’ dan melakukannya, lagi, lagi dan lagi. Saya akan mikir, selama saya tidak tidur (atau mungkin terbawa mimpi) tentang pekerjaan saya, terutama saat perusahaan tempat saya bekerja mengalami kemunduran. Saya akan tersenyum-senyum sendiri, seperti anak gadis yang menerima BBM dari pacarnya, saat pekerjaan saya mendatangkan kebaikan. Dan saya akan setia pada pekerjaan tersebut, apapun yang terjadi di kemudian hari.

    Bagaimana seseorang yang memiliki GAIRAH pada pekerjaannya?

    Orang bekerja, baik untuk diri sendiri maupun perusahaan, sebenarnya hanya terbagi atas dua tipe : NUNUT URIP, atau MELU NGURIPI.

    NUNUT URIP atau ikut hidup, maksudnya saya bekerja, tanpa cinta. Hanya untuk supaya ngga nganggur, supaya ada pendapatan, sebagai batu loncatan, intinya untuk kepentingan pribadi. Sedangkan MELU NGURIPI, artinya ikut menghidupkan. Maksudnya, saya bekerja untuk kepentingan bersama. Saya ingin pekerjaan saya maju, perusahaan saya maju, sehingga usaha yang akan saya lakukan lebih besar, dan bukan sekedarnya.

    Sebagai contoh seorang pemilik toko, dapat mengkategorikan pegawainya dalam dua golongan ini. Golongan yang nunut urip, akan datang dan pergi sesuai jam kerja. Dia datang jam 8 pagi, melayani pembeli, dan jam 4 TENGGO. Artinya, jam 4 TENG langsung GO atau langsung pulang. Peduli amat pembeli masih ramai dan toko masih berantakan.

    Namun ada juga golongan melu nguripi yang datang sebelum jam kerja dimulai, dan pulang jauh setelah jam kerja selesai. Ngapain sih? Saat dia datang sebelumnya, dia ikut membantu membuka toko, membersihkan lantai, dan mengelap etalase. Saat jam pulang tiba, ia tetap melayani pembeli jika ada, menata barang pada tempatnya, dan membantu menutup toko.

    Mana yang disukai pemilik? Mana yang bergairah dengan pekerjaannya? Dan mana yang bisa kita juluki ‘pegawai yang jatuh cinta pada pekerjaannya’? Kita semua bisa menjawabnya.

    Mencintai pekerjaan, selain membuat kita senang dan hidup kita lebih kaya, akan mendatangkan barokah, secara tangible ataupun intangible. Misalnya seorang penyapu jalan yang bertugas saat subuh menjelang, melakukan pekerjaannya dengan tulus tanpa keluhan, adaaa saja yang memberinya nasi bungkus untuk sarapan. Atau seorang pegawai yang selalu punya ide cemerlang untuk memajukan perusahaan, namanya sering disebut para pimpinan dalam rapat. Promosi di depan mata. Atau seorang pengusaha yang menguasai benar dengan proses produksi blowing dan injection yang ada di pabrik plastiknya, selalu mendapatkan order terkait dengan sikap tak mudah menyerahnya saat mendapatkan contoh produk yang belum pernah dibuat mouldingnya (cetakan).

    Ah, mana bisa saya jatuh cinta pada pekerjaan, sementara perusahaan sendiri tidak sayang pada saya…

    Wajar, namanya juga orang lagi nyari jodoh. Belum tahu mana yang pas buat dia, belum paham ‘dermaga’ mana yang akan membuatnya berhenti ‘berlayar’. Sehingga jika di usia muda banyak yang gonta-ganti pekerjaan, asal alasannya jelas, rasanya kok ngga apa ya. Masih mencari-cari yang cocok, ibarat orang pacaran, ‘kita jalani dulu deh!‘ untuk melihat keserasian di kemudian hari. Namun tentu saja harus paham konsekwensi, ada waktu yang terbuang, ada kesempatan lain yang mungkin hilang, dan hati-hati nanti dicap ‘playjob‘ (temannya playboy/playgirl :P).

    Penting, untuk menelisik pekerjaan apa yang akan kita jalani, ngga cuma setahun dua tahun, tapi selamanya. Masalah di kemudian hari kita akan menambah dengan pekerjaan lain, tidak apa. Yang penting pencarian pekerjaan atas dasar ‘jiwa yang dahaga’ ini telah terpenuhi.

    Dan bukankah itu konsep ‘setia sampai mati‘? ^_^

    20130129-222443.jpg

    Sumber gambar:123rf.com, pinterest.com

  • 2 comments

    1. Aku termasuk golongan yg mana nih mbak? Sejak lulus akhir tahun 1994, kerja setahun kemudian sampai sekarang masih di tempat yg sama. Nggak pindah kemana-kemana. Apa karena terlalu “bergairah” ya, jadi sampai belasan tahun kerja di tengah hutan 🙂

    Komen? Silakan^^

    Fill in your details below or click an icon to log in:

    WordPress.com Logo

    You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

    Twitter picture

    You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

    Facebook photo

    You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

    Connecting to %s